PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER.04/MEN/1987
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER.04/MEN/1987
T E N
T A N G
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA
TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN KERJA
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA
TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN KERJA
MENTERI
TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dalam rangka peningkatan efisiensi dan
produktivitas kerja,
perlu penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja di
perusahaan-perusahaan;
b. bahwa
bertalian dengan hal tersebut diatas, perusahan perlu memiliki Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk membantu pimpinan perusahaan dalam
penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan Kesehatan Kerja;
c. bahwa
untuk maksud itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Mengingat: 1. Undang-undang No. 14 tahun
1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja;
2.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.
PER.03/MEN/1978 tentang Persyaratan
Penunjukan dan Wewenang serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER.03/MEN/1984 tentang Pengawasn Ketenagakerjaan Terpadu.
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA TATA
CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN
KERJA.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
a.
Tempat kerja ialah setiap ruangan atau
lapangan, terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap dimana
tenaga kerja melakukan pekerjaan atau sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
b.
Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung
suatu kegiatan kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
c. Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja dan berfungsi
membantu pimpinan perusahaan atau pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan kerja, higene
perusahaan dan kesehatan kerja, membantu
pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan peraturan perundangan bidang keselamatan
dan kesehatan kerja;
d. Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut P2K3 ialah badan pembantu di
tempat kerja yang meruakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian
dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 2
(1) Setiap
tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus wajib membentuk P2K3.
(2) Tempat kerja dimaksud ayat
(1) ialah:
a.
tempat kerja dimana pengusaha atau
pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih;
b. tempat
kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang,
akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko
yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
Pasal 3
(1)
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja
yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
(2) Sekretaris
P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan. (3)
P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau
pengurus yang bersangkutan.
Pasal 4
(1)
P2K3 mempunyai tugas memberikan saran
dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau
pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Untuk melaksanakan tugas
tersebut ayat (1), P2K3 mempunyai fungsi:
a.
Menghimpun dan mengolah data tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja;
b.
Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga
kerja:
1)
Berbagai faktor bahaya di tempat kerja
yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja,
termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara penanggulangannya.
2) Faktor yang dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;
3)
Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4) Cara
dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya; c.
Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
1) Mengevaluasi cara kerja,
proses dan lingkungan kerja;
2)
Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;
3)
Mengembangkan sistem pengendalian bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
4) Mengevaluasi
penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah
yang diperlukan;
5) Mengembangkan
penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, hygiene perusahaan, kesehatan kerja
dan ergonomi;
6) Melaksanakan
pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di perusahaan;
7) Memeriksa kelengkapan
peralatan keselamatan kerja;
8)
Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
9) Mengembangkan laboratorium
kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan
melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan;
10) Menyelenggarakan
administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja.
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman
kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan
kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
Pasal 5
(1) Setiap
pengusaha atau pengurus yang akan mengangkat Ahli Keselamatan Kerja harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2)
Permohonan penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) harus bermaterai cukup dan dilampirkan:
a.
Daftar riwayat hidup calon Ahli Keselamatan Kerja;
b.
Surat keterangan pengalaman kerja;
c.
Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
d.
Surat pernyataan bekerja penuh di perusahaan yang
bersangkutan;
e. Foto copy ijasah atau STTB terakhir;
f.
Sertifikat pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja
atau Badan atau Lembaga Pendidikan yang diakui Departemen Tenaga Kerja.
Pasal 6
Permohonan dimaksud pasal 5 disampaikan kepada Menteri dengan tembusan disampaikan kepada:
a.
Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat;
b.
Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja di mana perusahaan
yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya.
Pasal 7
Untuk menunjuk Ahli Keselamatan Kerja, Menteri membentuk Tim Penilai yang secara
fungsional diketuai oleh Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan
Pengawasan Norma Kerja dan anggotanya terdiri dari pejabat Departemen Tenaga Kerja
Untuk menunjuk Ahli Keselamatan Kerja, Menteri membentuk Tim Penilai yang secara
fungsional diketuai oleh Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan
Pengawasan Norma Kerja dan anggotanya terdiri dari pejabat Departemen Tenaga Kerja
dan Instansi atau Badan atau Lembaga di Luar Departemen Tenaga Kerja
yang dipandang perlu.
Pasal 8
Tim Penilai
sebagaimana dimaksud pasal 7 mempunyai fungsi:
a. Memeriksa
kelengkapan persyaratan calon Ahli Keselamatan Kerja yang diajukan pengusaha atau pengurus;
b.
Melakukan pengujian kemapuan teknis di
bidang keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;
c.
Menyampaikan kepada Menteri:
1)
Untuk dikeluarkan keputusan penunjukan
sebagai Ahli Keselamatan Kerja apabila calon Ahli Keselamatan Kerja yang
bersangkutan dinilai telah meemnuhi persyaratan oleh Tim Penilai;
2) Untuk
dikeluarkan keputusan penolakan permohonan pengusaha atau pengurus apabila
calon Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan dinilai tidak memenuhi persyaratan oleh Tim
Penilai.
Pasal 9
Bila pengusaha
atau pngurus yang ditolak permohonannya sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf c butir 2 dapat
mengajukan kembali permohonan penunjukan ahli Keselamatan Kerja sesuai prosedur
sebagaimana dimaksud pasal 5.
Pasal 10
Keputusan
penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dapat dicabut apabila:
a.
Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan
kerja;
b.
Pindah ke Perusahaan lain;
c.
Melakukan kesalahan atau kecerobohan sehingga menimbulkan
kecelakaan;
d.
Mengundurkan diri;
e. Meninggal dunia.
Pasal 11
(1) Keputusan penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf c butir 1 berlaku untuk jangka waktu
3 tahun.
(2) Setelah tenggang waktu
sebagaimana dimaksud ayat (1) berakhir, dapat dimintakan perpanjangan kepada
Menteri.
(3)
Permohonan perpanjangan sebagaimana
dimaksud ayat (2) diajukan menurut prosedur pasal 6 dengan melampirkan:
a.
Foto copy keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja yang
bersangkutan;
b.
Surat pernyataan pengurus yang
menyatakan bahwa Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan mempunyai prestasi baik.
Pasal 12
Sekurang-kurangnya 3 bulan sekali pengurus wajib menyampaikan laporan
tentang kegiatan
P2K3 kepada Menteri melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
Pasal 13
(1)
Ahli Keselamatan Kerja yang telah
ditunjuk sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku
sampai paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini dinyatakan berlaku.
(2) Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja dimaksud ayat (1) dapat diperpanjang dengan melalui prosedur
sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) dan (3).
Pasal 14
Pengusaha atau
pengurus yang tidak memenuhi ketentuan pasal 2 diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah) sesuai ketentuan pasal 13 ayat (2) dan (3)
Undang-undang No.
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pasal 15
Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dimaksud Undang-undang No. 1 Tahun
1970, melakukan
pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
Paraturan
menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 03 Agustus 1997
Pada tanggal 03 Agustus 1997
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SUDOMO
SUDOMO
No comments:
Post a Comment